Saatnya insan lain menepuk bantal empuk, kita masih setia, duduk berhadap dan bersoal jawab cerita. Dari kuman hingga semesta, semuanya cuba kita kupas dengan pisau bahasa yang paling tajam, kita hiris tipis-tipis biar jelas semuanya. Sebentar bicara panas, ditiup angin sepoi menjadi reda. Sebentar bicara dingin, menghirup air berdikit pulangkan kehangatan. Kita suntikkan metafizika dalam setiap pandangan nazari bawah cahaya. Kita bicara bahasa matematika bila sudah hilang percaya pada filusuf dunia. Kita makan dengan sudu dan garfu metafora. Kenyang perut, akal pun tak sebu mencurahkan fikrah untuk kita santapi bersama. Kita tinjau langit, nikmati titik-titik kerdil yang bersinar malap dari kejauhan. Oh, kita perasan kekurangan, bulan tiada menghampar cahaya di langit malap. Itulah, yang aku kenang, dikala bulan pun malas mengambang, kita masih sanggup duduk bersembang cari jalan terang.
KISAH MENULIS: PENGHARGAAN DAN TERIMA KASIH
5 years ago
terang.secara dalam hingga tiada rongga kepalsuan terlibat.
ReplyDeletebenar semua benar.
KITA
hati ini selalu berbicara panas..namun angin sepoinya tidak terasa..perlukan booster untuk angin itu,supaya jiwa ini turut terasa sejuk..
ReplyDeletemike.L-
ReplyDelete"dalam pandangan nazari bawah cahaya."
duckness-
haha. tapi ada masanya kepanasan itu perlu untuk mendesak kita cari penyelesaian, walaupun mungkin hasilnya sekadar muafakat untuk tidak sepakat.
muafakat untuk tidak sepakat..
ReplyDeletehahhaa..
itulah yg selalunya..
dan kita harus jadi manusia yang terbuka hati untuk menerima perbezaan pendirian dan cara pemikiran, barulah segalanya mungkin jadi aman :)
ReplyDelete