Saatnya insan lain menepuk bantal empuk, kita masih setia, duduk berhadap dan bersoal jawab cerita. Dari kuman hingga semesta, semuanya cuba kita kupas dengan pisau bahasa yang paling tajam, kita hiris tipis-tipis biar jelas semuanya. Sebentar bicara panas, ditiup angin sepoi menjadi reda. Sebentar bicara dingin, menghirup air berdikit pulangkan kehangatan. Kita suntikkan metafizika dalam setiap pandangan nazari bawah cahaya. Kita bicara bahasa matematika bila sudah hilang percaya pada filusuf dunia. Kita makan dengan sudu dan garfu metafora. Kenyang perut, akal pun tak sebu mencurahkan fikrah untuk kita santapi bersama. Kita tinjau langit, nikmati titik-titik kerdil yang bersinar malap dari kejauhan. Oh, kita perasan kekurangan, bulan tiada menghampar cahaya di langit malap. Itulah, yang aku kenang, dikala bulan pun malas mengambang, kita masih sanggup duduk bersembang cari jalan terang.